Sunday 14 April 2013

tafsir, takwil dan terjemah | Makalah | Metode Tafsir Al Qur'an


Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan Allah kepada ummat manusia dijadikan sebagai hudan, bayyinah, dan furqan. Al-Qur’an selalu dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan dan al-Qur’an merupakan kitab suci ummat Islam yang selalu relevan sepanjang masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada petunjuk-petunjuk yang diberikannya kepada umat manusia dalam aspek kehidupan. Inilah sebabnya untuk memahami al-Qur’an di kalangan ummat Islam selalu muncul di permukaan, selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi. Allah berfirman: Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus (Q.S Al Israa’:9)
Agar fungsi al-Qur’an tersebut dapat terwujud, maka mufassir melakukan tafsir, takwil, dan terjemah. Makalah ini akan membahas pengertian, perbedaan tafsir, takwil dan tarjamah serta metode penafsiran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang perbedaan antara tafsir, takwil dan terjemah?
2.      Apa saja metode yang digunakan untuk menafsirkan Al Qur’an?


B.     Perbedaan Tafsir, Takwil dan Terjemah

Ø    TAFSIR                      : Keterangan atau Uraian
Ø    TAKWIL                    : Menerangkan atau Menjelaskan
Ø    TERJEMAH               : Mengganti atau Salinan
            Perbedaan tafsir dan takwil disatu pihak dan terjemah dipihak lain adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata dalam Al Qur'an, sedangkan yang kedua hanya mengalihkan bahasa Al Qur'an yang nota ben-nya bahasa Arab kedalam bahasa non-Arab. 
    Adapun perbedaan tafsir dan takwil dapat dijelaskan sebagai berikut :
TAFSIR

TAKWIL
1.Al-Raghif Al Ashfani :
Lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafazh dan kosa kata dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya.


1. Al-Raghif Al Ashfani :
Lebih banayak digunakan untuk makana dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
2. Menenrangkan makna lafazh yang tak menerima selain dari satu arti.


2. Menetapkan makan yang dikehendaki suatu lafadh yang dapat menerima banyak makna karena ada dalil-dalil yang mendukung
3.  Al-Marturidi :
Menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapakan demikianlah yang dikendaki Allah.


3. Meneyeleksi salah satu makana yang mungkin diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah yang dikehendaki Allah.
4. Abu Thalib Ats-Tsa'labi :
Menerangkan makna lafazh, baik berupa hakikat atau majaz.




4. Abu Thalib Ats-Tsa'labi :
Menafsirkan batin lafazh.

Perbedaan anatara Tafsir dan Takwil
            Para ulama' berbeda pendapat tentang perbedaan antar kata tersebut. Berdasarkan pada pembahasan diatas tentang makna tafsir dan ta'wil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut :
1.   Apabila kita berpendapat, Ta'wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya, maka ta'wil dan tafsir adalah kedua kata yang berdekatan atau sama maknanya. Termasuk pengertian ini ialah doa Rosulullah untuk Ibn Abbas : “ Ya  Allah, berikanlah kepdanya kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta'wil.
2.   Apabila kita berpendapat ta'wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, maka ta'wil dari talab ( tuntutan ) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu sendiri dan ta'wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang diberitakan atas dasar ini maka perbedaan antar tafsir dan ta'wil cukup besar, sebab tafsir merupakan  syarah dan penjelasan bagi suatu perkataan dan pejelasaan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedang ta'wil adalah esensi sesuatu yang berda dalam realita ( bukan dalam pikiran ). Sebagai contoh, jika dikatakan : “ Matahari telah terbit “. Maka ta'wil ucapan ini ialah terbitnya matahari itu sendiri. Inilah pengertian ta'wil yang lazim dalam bahasa Qur'an.sebagaimana telah dikemukakan.
3.   Dikatakan, tafsir adalah apa yang jelas didalam kitabullah atau tertentu ( pasti ) dalam sunah yang sahih karena maknanya telah jelas dan gamblang. Sedang ta'wil adalah apa yang disimpulkan para ulama'. Karena itu sebagian uluma' mengatakan, “ Tafsir adalah apa yang berhubungan dengan riwayat, sedangkan ta'wil adalah apa yang berhubungan dengan dirayah.
4.   Dikatakan pula, tafsir lebih banyak di pergunakan dalam ( menerangakan ) lafaz dan mufradat ( kosa kata ), sedangkan ta'wil lebih  banyak dipakai dalam ( menjelaskan ) makna dan susunan kalimat. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain.


C.    Metode Penafsiran Al Qur’an
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani “methodos”, yang berarti caratajalan. DalabahasInggris, katitdituli“method”dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti:“cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud [dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya] ;cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang ditentukan.[1]
1)      Metode Tahlili (analistis)
Menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an dengan meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, mulai dari urutan makna, kosakata, makna kalimat,maksud setiap ungkapan, kaitan antara pemisah (munasabat), sampai sisi keterkaitan antara pemisah itu (wajh al-munasabat) dengan bantuan asbab  an-nuzul, riwayat-riwayat berasal dari Nabi, sahabat dan tabi’in.
Kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tahlili : tafsir bi ar-ra’yi, tafsir ash-shufi, tafsir al-fiqhi, tafsir al falsafii, tafsir al-‘ilmi, tafsir al-adabi al-ijtima’i.[2]
1.      Kelebihan:
a.       Ruanglingkupyangluas:Metode analisismempunyairuanglingkupyangtermasukluas.Metodeini dapat digunakanoleh mufassirdalamdua bentuknya;ma’tsurdan ra’yidapat dikembangkandalamberbagaipenafsiransesuaidengankeahlianmasing- masingmufassir.
b.      Memuatberbagaiide:metodeanalitisrelatifmemberikan kesempatan yangluaskepadamufassiruntukmencurahkanide-idedan gagasannya dalammenafsirkanal-Qur’an.
2.      kelemahan
a.       Menjadikanpetunjuk al-Qur’anparsial:metodeanalitisjugadapatmembuatpetunjukal-Qur’an bersifatparsialatau terpecah-pecah,sehinggaterasaseakan-akanal- Qur’an memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karenapenafsiranyangdiberikanpadasuatuayatberbedadaripenafsiran yangdiberikanpadaayat-ayatlain yangsamadengannya.Terjadinya perbedaan, karenakurangmemperhatikan ayat-ayatlainyangmiripatau sama dengannya. Ayat [دحاوسفن],misalnya, IbnKatsir menafsirkan denganAdama.s.Konsekuensinya,ketikadiamenafsirkanlanjutanayatitu [اهجوزاهنم  قلخو]iamenulis: ”yaituSitiHawa..... diciptakan daritulang rusukAdam  yangkiri.Berarti, ungkapan [دحاوسفن]didalam ayatitu menurutIbnKatsirtidaklain maksudnyadariAdam[3]
b.      Melahirkanpenafsir subyektif:Metodeanalitisinimemberipeluangyangluaskepadamufassir untukmengumukakanide-idedan pemikirannya.Sehingga,kadang- kadangmufassirtidaksadarbahwadiatidakmenafsirkanal-Qur’ansecara subyektif,dantidakmustahilpulaadadiantaramerekayangmenafsirkan al-Qur’ansesuaidengankemauanbahwanafsunyatanpa mengindahkan kaidah-kaidahataunorma-normayangberlaku.
c.       Masukpemikiran Israiliat:Metodetahlili tidak membatasimufassirdalammengemukakan pemikiran-pemikirantafsirnya, maka  berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya,tidaktercualipemikiranIsrailiat.Sepintaslalu,kisah-kisah Israiliattidakadapersoalan, selamatidakdikaitkan denganpemahaman al-Qur’an.Tetapibila dihubungkandenganpemahamankitabsuci,timbul problemkarenaakanterbentukopinibahwaapayangdikisahkandidalam ceritaitu merupakanmaksuddarifirmanAllah,ataupetunjukAllah,padahal belumtentucocokdenganyangdimaksudAllahdi dalamfirman-Nya tersebut.Di siniletaknegatifnyakisah-kisahIsrailiat.Kisa-kisaitudapat masukke dalamtafsirtahlilikarenametodenyamemangmembukapintu untukitu. Sebagicontoh,sepertidalampenafsiranal-Qurthubitentang penciptaanmanusiapertama,termaktubdidalamayat30surahal-Baqarah [ةفيلخضرلأٱفى لعاجىنإ]sebagaidikatakannya:”AllahmenciptakanAdam dengantangan-Nya sendirilangsung daritanahselama40hari.Setalah kerangkaitusiaplewatlahparamalaikatdidepannya.Merekaterperanjat. karenaamatkagummelihatindahnyaciptaanAllahitu danyangpaling kagumialahiblis,lalu dipukul-pukulnyakerangkaAdamtersebut,lantas terdengarbunyisepertipeiukbelangadipukul:serayaiaberucap:”Untuk apakaudiciptakan.[4][تقلخامرملأ. Maka,apabiladicermatipenafsiranal-Qurthubiitu, adabenarnya penilaianyangdiberikankepadaal-Khathibbahwapenafsirantersebutmasuk dalamkelompoktafsirIsrailiat.
2)      Metode Ijmali (global)
Menafsirkan Al Qur’an secara global. Mufassir berusaha menjelaskan makna-makna Al Qur’an dengan uraian yang singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang. Dengan metode ini, mufassir berupaya menafsirkan kosakata yang berada dalam Al Qur’an sehingga para pembaca melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks Al Qur’an, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata yang serupa di dalam Al Qur’an.
Perbedaannyadengantafsir tahliliadalahdalamtafsir ijmalimaknaayatnyadiungkapkansecararingkasdanglobaltetapicukup jelas,sedangkantafsirtahlilimaknaayat diuraikansecaraterperincidengan tinjauanberbagaisegidanaspekyangdiulassecarapanjanglebar. [5]
 Kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini : tafsir Al Qur’an Al Karim, karya ustadz Muhammad Farid Wajdi, At-tafsir Al Wasith, diterbitkan oleh Majma’ Al Buhuts Al Islamiyyah, Tafsiral-Jalalain karyaJalalal-Dinal-SuyuthydanJalalal-Dinal-Mahally,Tafsiral-Qur’anal-’AdhinolahUstadzMuhammad FaridWajdy,Shafwahal-BayanliMa’any al-Qur’ankaranganSyaikh HusanainMuhammadMakhlut,al-Tafsiral- MuyasasarkaranganSyaikhAbdulal-JalilIsa,dansebagainya.
3.Kelebihan
a.     Praktisdanmudah dipahami:Tafsiryangmenggunakanmetodeini terasalebihpraktisdan mudahdipahami.Tanpa berbelit-belitpemahamanal-Qur’ansegeradapat diserap olehpembacanya. Polapenafsiran serupa inilebihcocokuntuk parapemula.Tafsirdenganmetodeini banyakdisukaiolehummatdari berbagaistratasosialdanlapisanmasyakat.
b.    Bebasdaripenafsiran israiliah: Dikarenakan singkatnya penafsiran yangdiberikan, makatafsir ijmalirelatifmurnidan terbebasdari pemikiran-pemikiranIsrailiatyang kadang-kadang tidaksejalan dengan martabat al-Quran sebagai kalam AllahyangMahaSuci.Selainpemikiran-pemikiranIsrailiat,denganmetode inidapatdibendungpemikiran-pemikiranyangkadang-kadang terlalujauh daripemahamanayat-ayatal-Qur’ansepertipemikiran-pemikiranspekulatif yangdikembangkanolehseorangteologi,sufi,danlain-lain.
c.     Akrabdengan bahasaal-Qur’an:Tafsirijmaliinimenggunakan bahasayangsingkatdan padat,sehinggapembacatidakmerasakanbahwaiatelahmembacakitab tafsir.Hal inidisebabkan,karenatafsirdenganmetodeglobalmenggunakan bahasayang singkatdanakrabdenganbahasaarabtersebut.Kondisiserupa initidakdijumpaipadatafisryangmenggunakanmetodetahlili,muqarin,dan maudhu’i.Dengandemikian,pemahamankosakatadari ayat-ayatsucilebih mudahdidapatkandari padapenafsiranyangmenggunakantiga metode lainnya.
4.Kelemahan
a.       Menjadikan petunjuk al-Qur’anbersifatparsial:al-Qur’anmerupakansatu-kesatuanyang utuh, sehinggasatuayatdenganayatyanglain membentuksatupengertianyang utuh,tidakterpecah-pecahdanberarti,hal-halyangglobalatausamar-samar didalamsuatuayat,makapadaayatyanglainadapenjelasanyanglebih rinci.Denganmenggabungkan keduaayattersebuatakandiperolehsuatu pemahamanyangutuhdandapatterhindardarikekeliruan
b.      Tidakada ruanganuntukmengemukakananalisisyangmemadai:Tafsiryangmemakai metodeijmalitidakmenyediakan ruanganuntukmemberikan uraiandan pembahasanyangmemuaskanberkenaandenganpemahamansuatuayat. Olehkarenanya, jikamenginginkan adanya analisis yangrinci,metode globaltakdapatdiandalkan.Inidisebutsuatukelemahanyangdisadarioleh mufassiryangmenggunakanmetodeini. Namuntidakberartikelemahan tersebutbersifatnegatif,kondisidemikianamatposetifsebagaiciridari tafsir yangmenggunakanmetodeglobal.[6]
3)      Metode Muqaran (komparasi)
yangdimaksud denganmetodekomporatifialah:[a]membandingkanteks[nash]ayat-ayat al-Qur’anyangmemilikipersamaanataukemiripanredaksidalamduakasus ataulebih,danataumemilikiredaksiyangberbedabagisuatukasusyang sama,[b]membandingkanayatal-Qur’andenganhadisyangpadalahirnya terlihatbertentangan, dan[c]membandingkan berbagai pendapat ulama tafsirdalammenafsirkanal-Qur’an.[7]
1.   Kelebihan
a.       memberikanwawasanpenafsiran yangrelatiflebihluaskepadapadapembacabila dibandingkandengan metode-metodelain.Didalampenafsiranayatal-Qur’andapatditinjaudari berbagaidisiplinilmupengetahuan sesuaidengankeahlianmufassirnya.
b.      membukapintuuntukselalubersikaptoleransiterhadappendapatorang lainyangkadang-kadangjauhberbedadaripendapatkitadantakmustahil ada yangkontradiktif.Dapatmengurangifanatismeyangberlebihankepada suatumazhabataualirantertentu
c.       tafsirdenganmetodeiniamatberguna bagimerekayanginginmengetahuiberbagaipendapattentangsuatuayat
d.      denganmenggunakanmetodeini,mufassirdidoronguntukmengkaji berbagaiayatdanhadis-hadissertapendapatparamufassiryanglain..
2.   kelemahan
a.       penafsirandenganmemakai metodeinitidakdapatdiberikankepadapemulayangbaru mempelajaritafsir, karenapembahasanyang dikemukakandidalamnyaterlaluluas dankadang- kadangekstrim.
b.      metodeinikurangdapatdiandalkan untukmenjawab permasalahan sosialyangtumbuhditengahmasyarakat, karenametode inilebihmengutamakan perbandingan daripadapemecahanmasalah.
c.       metodeiniterkesanlebihbanyakmenelusuri penafsiran-penafsiranyang pernahdilakukanoleh paraulamadaripadamengemukakanpenafsiran- penafsiranbaru[8]
4)      Metode Maudhu’i (tematik)
Metodetematikialah metodeyang membahasayat-ayatal-Qur’an sesuaidengantemaatau judulyangtelahditetapkan.Semuaayat yang berkaitandihimpun,kemudiandikajisecaramendalamdan tuntasdari berbagaiaspekyangterkaitdengannya,sepertiasbabal-nuzul,kosakata, dansebagainya.Semuadijelaskandenganrincidantuntas,sertadidukung olehdalil-dalilataufakta-faktayangdapatdipertanggungjawabkansecara ilmiah,baikargumenyangberasaldari al-Qur’an,hadis,maupunpemikiran rasional.[9]Jadi,dalammetodeini,tafsiral-Qur’antidakdilakukanayatdemi ayat.mufassirmencobamengkajial-Qur’andenganmengambilsebuahtema khususdariberbagaimacamtemadoktrinal,sosial,dankosmologisyang dibahasolehal-Qur’an
M.QuraishShihab,mengatakanbahwametodemaudhu’imempunyai duapengertian.Pertama,penafsiranmenyangkutsatusuratdalamal-Qur’an denganmenjelaskantujuan-tujuannya secaraumumdanyangmerupakan temaragamdalamsurattersebutantarasatudenganlainnyadan juga dengantematersebut,sehinggasatu surattersebutdenganberbagai masalahnyamerupakansatu kesatuanyang tidak terpisahkan.Kedua, penafsiranyangbermuladarimenghimpunayat-ayatal-Qur’anyangdibahas satumasalahtertentudariberbagaiayatatausuratal-Qur’andansedapat mungkindiurut sesuaidenganurutanturunnya,kemudianmenjelaskan pengertianmenyeluruhayat-ayattersebut,gunamenarikpetunjukal-Qur’an secarautuhtentangmasalahyangdibahasitu[10].
Cirimetodeiniialahmenonjolkantema.Judulatautopikpembahasan, sehinggatidaksalahjikadikatakanbahwametodeinijugadisebutmetode topikal.Jadi,mufassirmencaritema-temaatautopik-topikyangadaditengah masyarakatatauberasaldarial-Qur’anitusendiri,ataudarilain-lain.Kemudian tema-temayangsudahdipilihitudikajisecaratuntasdanmenyeluruhdari berbagaiaspeknya sesuaidengankapasitas  ataupetunjukyangtermuat didalamayat-ayatyangditafsirkantersebut.Jadipenafsiranyangdiberikan tidakbolehjauhdaripemahaman ayat-ayatal-Qur’anagartidakterkesan penafsirantersebutberangkatdari pemikiranatauterkaanberkala[al-ra’yal- mahdh].Olehkarenaitudalampemakainnya,metodeinitetapmenggunakan kaidah-kaidahyangberlakusecaraumumdidalamilmutafsir.[11]Kelebihan dankekuranganmetodemaudhu’iiniadalah:
1.   Kelebihan
a.       Menjawabtantanganzaman: Permasalahandalamkehidupanselalutumbuhdan berkembangsesuai denganperkembangankehidupanitu sendiri.Makametodemaudhu’i sebagai upayametode penafsiran untukmenjawab tantangan tersebut. Untukkajiantematik  inidiupayakan untukmenyelesaikan permasalahan yangdihadapimasyarakat.
b.      Praktisdansistematis:Tafsirdenganmetode tematikdisusunsecarapraktisdansistematisdalamusahamemecahkan permasalahanyangtimbul.
c.       Dinamis:Metodetematikmembuattafsiral- Qur’anselalu dinamissesuaidengantuntutanzamansehinggamenimbulkan imagedi dalampikiranpembacadanpendengarnyabahwaal-Qur’an senantiasamengayomidanmembimbingkehidupandimukabumiinipada semualapisandanstaratasosial.
d.      Membuatpemahamanmenjadiutuh: Denganditetapkannyajudul-judulyang akan dibahas,makapemahaman ayat-ayat al-Qur’an dapadiserap secara utuh.Pemahaman semacam inisulitditemukandalammetodetafsiryangdikemukakan dimuka.Maka metodetematikinidapatdiandalkanuntukpemecahansuatupermasalahan secaralebihbaikdantuntas.
2.   Kelemahan
a.       Memenggal ayatal-Quran: Yangdimaksudmemenggalayatal-Qur’anialahsuatukasusyangterdapat di dalamsuatuayatataulebihmengandungbanyakpermasalahanyang berbeda.Misalnya,petunjuktentangshalatdan zakat.Biasanyakedua ibadahitudiungkapkanbersamadalamsatuayat.Apabilainginmembahas kajiantentangzakatmisalnya,makamautidakmauayattentangshalatharus ditinggalkan ketikamenukilkannya darimushaf agartidakmengganggu padawaktumelakukananalisis.
b.      Membatasipemahamanayat:Dengan diterapkannyajudulpenafsiran,makapemahamansuatuayat menjadi terbataspada permasalahanyang dibahastersebut.Akibatnyamufassir terikatolehjudulitu.Padahal tidakmustahil satuayatitudapatditinjau dari berbagaiaspek,karenadinyatakanDarrazbahwa,ayatal-Qur’anitu bagaikanpermatayangsetiapsudutnyamemantulkancahaya.Jadi,dengan diterapkannyajudulpembahasan,berartiyangakandikajihanyasatusudut daripermatatersebut[12]

[1]FuadHassandanKoentjaraningrat, BeberapaAsasMetodologiIlmiah,dalam
Koentjaraningrat[ed],Metode-metodePenelitian Masyarakat.  (Jakarta: Gramadeia, 1977), hlm.
16.
[2] Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, (Bandung:Pustaka Setia, 2009), hlm.148.
[3]Abual-Fida al-Hafizh ibn al-Katsir. 1992. Tafsir al-Qur’an al-Azhim [disebut Tafsir ibn al-Katsir]. Beirut: Dar al-Fikr. I-553, dalam Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 55.
[4]al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [Tafsir al-Qurthubi]. Juz. I. lt.th., hlm. 280., dalam Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 60.
[5] Rosihon Anwar, Pengantar … op. cit, hlm.155
[6]Nashruddin Baidan,Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998) hlm. 22-27.
[7] Ibid, hlm. 65.
[8]Ibid, hlm. 143-144.
[9]al-Farmawi, hlm. 52., dalam Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 151.
[10]M. Quraish Shihab. 1992. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. hlm. 74.
[11]Nashruddin Baidan. Op. Cit. hlm. 152.
[12]Ibid. hlm. 165-168.

No comments:

Post a Comment