Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an
diturunkan Allah kepada ummat manusia dijadikan sebagai hudan, bayyinah,
dan furqan. Al-Qur’an selalu dijadikan sebagai pedoman dalam setiap
aspek kehidupan dan al-Qur’an merupakan kitab suci ummat Islam yang selalu
relevan sepanjang masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada
petunjuk-petunjuk yang diberikannya kepada umat manusia dalam aspek kehidupan.
Inilah sebabnya untuk memahami al-Qur’an di kalangan ummat Islam selalu muncul
di permukaan, selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi. Allah
berfirman: Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih Lurus (Q.S Al Israa’:9)
Agar fungsi
al-Qur’an tersebut dapat terwujud, maka mufassir melakukan tafsir, takwil, dan
terjemah. Makalah ini akan membahas pengertian, perbedaan tafsir, takwil dan
tarjamah serta metode penafsiran.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang
perbedaan antara tafsir, takwil dan terjemah?
B. Perbedaan Tafsir, Takwil dan Terjemah
Ø TAFSIR :
Keterangan atau Uraian
Ø TAKWIL :
Menerangkan atau Menjelaskan
Ø TERJEMAH : Mengganti atau Salinan
Perbedaan tafsir dan takwil disatu
pihak dan terjemah dipihak lain adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan
makna-makna setiap kata dalam Al Qur'an, sedangkan yang kedua hanya mengalihkan
bahasa Al Qur'an yang nota ben-nya bahasa Arab kedalam bahasa non-Arab.
●
Adapun
perbedaan tafsir dan takwil dapat dijelaskan sebagai berikut :
TAFSIR
|
TAKWIL
|
1.Al-Raghif Al Ashfani :
Lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafazh dan kosa kata
dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya.
|
1. Al-Raghif Al Ashfani :
Lebih banayak digunakan untuk makana dan kalimat dalam
kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
|
2.
Menenrangkan makna lafazh yang tak menerima selain dari satu arti.
|
2. Menetapkan
makan yang dikehendaki suatu lafadh yang dapat menerima banyak makna karena
ada dalil-dalil yang mendukung
|
3. Al-Marturidi :
Menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapakan demikianlah
yang dikendaki Allah.
|
3. Meneyeleksi
salah satu makana yang mungkin diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini
bahwa itulah yang dikehendaki Allah.
|
4. Abu Thalib
Ats-Tsa'labi :
Menerangkan makna lafazh, baik berupa hakikat atau majaz.
|
4. Abu Thalib
Ats-Tsa'labi :
Menafsirkan batin lafazh.
|
Perbedaan anatara Tafsir dan Takwil
Para ulama'
berbeda pendapat tentang perbedaan antar kata tersebut. Berdasarkan pada
pembahasan diatas tentang makna tafsir dan ta'wil, kita dapat menyimpulkan
pendapat terpenting diantaranya sebagai berikut :
1.
Apabila kita
berpendapat, Ta'wil adalah menafsirkan perkataan dan menjelaskan maknanya, maka
ta'wil dan tafsir adalah kedua kata yang berdekatan atau sama maknanya.
Termasuk pengertian ini ialah doa Rosulullah untuk Ibn Abbas : “ Ya Allah, berikanlah kepdanya kemampuan untuk
memahami agama dan ajarkanlah kepadanya ta'wil.
2.
Apabila kita
berpendapat ta'wil adalah esensi yang dimaksud dari suatu perkataan, maka
ta'wil dari talab ( tuntutan ) adalah esensi perbuatan yang dituntut itu
sendiri dan ta'wil dari khabar adalah esensi sesuatu yang diberitakan atas
dasar ini maka perbedaan antar tafsir dan ta'wil cukup besar, sebab tafsir
merupakan syarah dan penjelasan bagi
suatu perkataan dan pejelasaan ini berada dalam pikiran dengan cara memahaminya
dan dalam lisan dengan ungkapan yang menunjukkannya. Sedang ta'wil adalah
esensi sesuatu yang berda dalam realita ( bukan dalam pikiran ). Sebagai
contoh, jika dikatakan : “ Matahari telah terbit “. Maka ta'wil ucapan ini
ialah terbitnya matahari itu sendiri. Inilah pengertian ta'wil yang lazim dalam
bahasa Qur'an.sebagaimana telah dikemukakan.
3.
Dikatakan,
tafsir adalah apa yang jelas didalam kitabullah atau tertentu ( pasti ) dalam
sunah yang sahih karena maknanya telah jelas dan gamblang. Sedang ta'wil adalah
apa yang disimpulkan para ulama'. Karena itu sebagian uluma' mengatakan, “ Tafsir
adalah apa yang berhubungan dengan riwayat, sedangkan ta'wil adalah apa yang
berhubungan dengan dirayah.
4.
Dikatakan pula,
tafsir lebih banyak di pergunakan dalam ( menerangakan ) lafaz dan mufradat (
kosa kata ), sedangkan ta'wil lebih
banyak dipakai dalam ( menjelaskan ) makna dan susunan kalimat. Dan
masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain.
C. Metode Penafsiran Al Qur’an
Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani “methodos”, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggris, kata itu ditulis “method”, dan
bahasa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung
arti:“cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud [dalam ilmu
pengetahuan dan sebagainya] ;cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang ditentukan.[1]
1)
Metode Tahlili
(analistis)
Menjelaskan
ayat-ayat Al Qur’an dengan meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh
maksudnya, mulai dari urutan makna, kosakata, makna kalimat,maksud setiap
ungkapan, kaitan antara pemisah (munasabat), sampai sisi keterkaitan antara
pemisah itu (wajh al-munasabat) dengan bantuan asbab an-nuzul, riwayat-riwayat berasal dari Nabi,
sahabat dan tabi’in.
Kitab-kitab
tafsir yang menggunakan metode tahlili : tafsir bi ar-ra’yi, tafsir ash-shufi,
tafsir al-fiqhi, tafsir al falsafii, tafsir al-‘ilmi, tafsir al-adabi
al-ijtima’i.[2]
1.
Kelebihan:
a.
Ruanglingkupyangluas:Metode analisismempunyairuanglingkupyangtermasukluas.Metodeini
dapat digunakanoleh mufassirdalamdua bentuknya;ma’tsurdan
ra’yidapat dikembangkandalamberbagaipenafsiransesuaidengankeahlianmasing- masingmufassir.
b.
Memuatberbagaiide:metodeanalitisrelatifmemberikan
kesempatan yangluaskepadamufassiruntukmencurahkanide-idedan
gagasannya dalammenafsirkanal-Qur’an.
2.
kelemahan
a.
Menjadikanpetunjuk al-Qur’anparsial:metodeanalitisjugadapatmembuatpetunjukal-Qur’an bersifatparsialatau terpecah-pecah,sehinggaterasaseakan-akanal- Qur’an
memberikan pedoman secara tidak utuh
dan tidak
konsisten karenapenafsiranyangdiberikanpadasuatuayatberbedadaripenafsiran yangdiberikanpadaayat-ayatlain yangsamadengannya.Terjadinya perbedaan, karenakurangmemperhatikan ayat-ayatlainyangmiripatau sama dengannya. Ayat [دحاوسفن],misalnya, IbnKatsir
menafsirkan denganAdama.s.Konsekuensinya,ketikadiamenafsirkanlanjutanayatitu [اهجوزاهنم قلخو]iamenulis:
”yaituSitiHawa..... diciptakan daritulang rusukAdam yangkiri.Berarti, ungkapan
[دحاوسفن]didalam ayatitu menurutIbnKatsirtidaklain maksudnyadariAdam[3]
b.
Melahirkanpenafsir subyektif:Metodeanalitisinimemberipeluangyangluaskepadamufassir untukmengumukakanide-idedan pemikirannya.Sehingga,kadang-
kadangmufassirtidaksadarbahwadiatidakmenafsirkanal-Qur’ansecara
subyektif,dantidakmustahilpulaadadiantaramerekayangmenafsirkan al-Qur’ansesuaidengankemauanbahwanafsunyatanpa mengindahkan kaidah-kaidahataunorma-normayangberlaku.
c.
Masukpemikiran Israiliat:Metodetahlili tidak membatasimufassirdalammengemukakan pemikiran-pemikirantafsirnya, maka
berbagai pemikiran dapat masuk ke
dalamnya,tidaktercualipemikiranIsrailiat.Sepintaslalu,kisah-kisah Israiliattidakadapersoalan, selamatidakdikaitkan
denganpemahaman al-Qur’an.Tetapibila
dihubungkandenganpemahamankitabsuci,timbul problemkarenaakanterbentukopinibahwaapayangdikisahkandidalam ceritaitu
merupakanmaksuddarifirmanAllah,ataupetunjukAllah,padahal belumtentucocokdenganyangdimaksudAllahdi dalamfirman-Nya tersebut.Di
siniletaknegatifnyakisah-kisahIsrailiat.Kisa-kisaitudapat masukke dalamtafsirtahlilikarenametodenyamemangmembukapintu untukitu. Sebagicontoh,sepertidalampenafsiranal-Qurthubitentang penciptaanmanusiapertama,termaktubdidalamayat30surahal-Baqarah [ةفيلخضرلأٱفى لعاجىنإ]sebagaidikatakannya:”AllahmenciptakanAdam dengantangan-Nya sendirilangsung
daritanahselama40hari.Setalah kerangkaitusiaplewatlahparamalaikatdidepannya.Merekaterperanjat. karenaamatkagummelihatindahnyaciptaanAllahitu
danyangpaling kagumialahiblis,lalu
dipukul-pukulnyakerangkaAdamtersebut,lantas terdengarbunyisepertipeiukbelangadipukul:serayaiaberucap:”Untuk apakaudiciptakan.[4][تقلخامرملأ. Maka,apabiladicermatipenafsiranal-Qurthubiitu, adabenarnya penilaianyangdiberikankepadaal-Khathibbahwapenafsirantersebutmasuk dalamkelompoktafsirIsrailiat.
2)
Metode Ijmali
(global)
Menafsirkan
Al Qur’an secara global. Mufassir berusaha menjelaskan makna-makna Al Qur’an dengan
uraian yang singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua
orang. Dengan metode ini, mufassir berupaya menafsirkan kosakata yang berada
dalam Al Qur’an sehingga para pembaca melihat uraian tafsirnya tidak jauh dari
konteks Al Qur’an, tidak keluar dari muatan makna yang dikandung oleh kosakata
yang serupa di dalam Al Qur’an.
Perbedaannyadengantafsir tahliliadalahdalamtafsir ijmalimaknaayatnyadiungkapkansecararingkasdanglobaltetapicukup jelas,sedangkantafsirtahlilimaknaayat
diuraikansecaraterperincidengan tinjauanberbagaisegidanaspekyangdiulassecarapanjanglebar. [5]
Kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini
: tafsir Al Qur’an Al Karim, karya ustadz Muhammad Farid Wajdi, At-tafsir Al
Wasith, diterbitkan oleh Majma’ Al Buhuts Al Islamiyyah, Tafsiral-Jalalain karyaJalalal-Dinal-SuyuthydanJalalal-Dinal-Mahally,Tafsiral-Qur’anal-’AdhinolahUstadzMuhammad
FaridWajdy,Shafwahal-BayanliMa’any al-Qur’ankaranganSyaikh HusanainMuhammadMakhlut,al-Tafsiral- MuyasasarkaranganSyaikhAbdulal-JalilIsa,dansebagainya.
3.Kelebihan
a.
Praktisdanmudah dipahami:Tafsiryangmenggunakanmetodeini terasalebihpraktisdan mudahdipahami.Tanpa berbelit-belitpemahamanal-Qur’ansegeradapat diserap
olehpembacanya. Polapenafsiran serupa inilebihcocokuntuk parapemula.Tafsirdenganmetodeini
banyakdisukaiolehummatdari berbagaistratasosialdanlapisanmasyakat.
b. Bebasdaripenafsiran israiliah:
Dikarenakan singkatnya penafsiran yangdiberikan, makatafsir ijmalirelatifmurnidan terbebasdari pemikiran-pemikiranIsrailiatyang kadang-kadang
tidaksejalan dengan
martabat
al-Qur’an
sebagai kalam AllahyangMahaSuci.Selainpemikiran-pemikiranIsrailiat,denganmetode inidapatdibendungpemikiran-pemikiranyangkadang-kadang terlalujauh daripemahamanayat-ayatal-Qur’ansepertipemikiran-pemikiranspekulatif
yangdikembangkanolehseorangteologi,sufi,danlain-lain.
c. Akrabdengan bahasaal-Qur’an:Tafsirijmaliinimenggunakan
bahasayangsingkatdan padat,sehinggapembacatidakmerasakanbahwaiatelahmembacakitab tafsir.Hal inidisebabkan,karenatafsirdenganmetodeglobalmenggunakan bahasayang
singkatdanakrabdenganbahasaarabtersebut.Kondisiserupa initidakdijumpaipadatafisryangmenggunakanmetodetahlili,muqarin,dan maudhu’i.Dengandemikian,pemahamankosakatadari
ayat-ayatsucilebih mudahdidapatkandari
padapenafsiranyangmenggunakantiga metode
lainnya.
4.Kelemahan
a.
Menjadikan petunjuk al-Qur’anbersifatparsial:al-Qur’anmerupakansatu-kesatuanyang utuh, sehinggasatuayatdenganayatyanglain
membentuksatupengertianyang utuh,tidakterpecah-pecahdanberarti,hal-halyangglobalatausamar-samar didalamsuatuayat,makapadaayatyanglainadapenjelasanyanglebih rinci.Denganmenggabungkan
keduaayattersebuatakandiperolehsuatu pemahamanyangutuhdandapatterhindardarikekeliruan
b.
Tidakada ruanganuntukmengemukakananalisisyangmemadai:Tafsiryangmemakai metodeijmalitidakmenyediakan
ruanganuntukmemberikan uraiandan pembahasanyangmemuaskanberkenaandenganpemahamansuatuayat. Olehkarenanya, jikamenginginkan adanya analisis yangrinci,metode globaltakdapatdiandalkan.Inidisebutsuatukelemahanyangdisadarioleh mufassiryangmenggunakanmetodeini.
Namuntidakberartikelemahan tersebutbersifatnegatif,kondisidemikianamatposetifsebagaiciridari
tafsir yangmenggunakanmetodeglobal.[6]
3)
Metode Muqaran
(komparasi)
yangdimaksud denganmetodekomporatifialah:[a]membandingkanteks[nash]ayat-ayat al-Qur’anyangmemilikipersamaanataukemiripanredaksidalamduakasus ataulebih,danataumemilikiredaksiyangberbedabagisuatukasusyang sama,[b]membandingkanayatal-Qur’andenganhadisyangpadalahirnya terlihatbertentangan,
dan[c]membandingkan berbagai pendapat ulama tafsirdalammenafsirkanal-Qur’an.[7]
1. Kelebihan
a.
memberikanwawasanpenafsiran yangrelatiflebihluaskepadapadapembacabila
dibandingkandengan metode-metodelain.Didalampenafsiranayatal-Qur’andapatditinjaudari berbagaidisiplinilmupengetahuan sesuaidengankeahlianmufassirnya.
b.
membukapintuuntukselalubersikaptoleransiterhadappendapatorang lainyangkadang-kadangjauhberbedadaripendapatkitadantakmustahil ada yangkontradiktif.Dapatmengurangifanatismeyangberlebihankepada suatumazhabataualirantertentu
c.
tafsirdenganmetodeiniamatberguna bagimerekayanginginmengetahuiberbagaipendapattentangsuatuayat
d.
denganmenggunakanmetodeini,mufassirdidoronguntukmengkaji berbagaiayatdanhadis-hadissertapendapatparamufassiryanglain..
2. kelemahan
a.
penafsirandenganmemakai metodeinitidakdapatdiberikankepadapemulayangbaru
mempelajaritafsir, karenapembahasanyang dikemukakandidalamnyaterlaluluas dankadang- kadangekstrim.
b.
metodeinikurangdapatdiandalkan
untukmenjawab permasalahan
sosialyangtumbuhditengahmasyarakat, karenametode
inilebihmengutamakan perbandingan daripadapemecahanmasalah.
c.
metodeiniterkesanlebihbanyakmenelusuri
penafsiran-penafsiranyang pernahdilakukanoleh
paraulamadaripadamengemukakanpenafsiran- penafsiranbaru[8]
4)
Metode Maudhu’i
(tematik)
Metodetematikialah metodeyang membahasayat-ayatal-Qur’an sesuaidengantemaatau
judulyangtelahditetapkan.Semuaayat yang berkaitandihimpun,kemudiandikajisecaramendalamdan tuntasdari berbagaiaspekyangterkaitdengannya,sepertiasbabal-nuzul,kosakata, dansebagainya.Semuadijelaskandenganrincidantuntas,sertadidukung olehdalil-dalilataufakta-faktayangdapatdipertanggungjawabkansecara ilmiah,baikargumenyangberasaldari
al-Qur’an,hadis,maupunpemikiran rasional.[9]Jadi,dalammetodeini,tafsiral-Qur’antidakdilakukanayatdemi ayat.mufassirmencobamengkajial-Qur’andenganmengambilsebuahtema khususdariberbagaimacamtemadoktrinal,sosial,dankosmologisyang dibahasolehal-Qur’an
M.QuraishShihab,mengatakanbahwametodemaudhu’imempunyai duapengertian.Pertama,penafsiranmenyangkutsatusuratdalamal-Qur’an denganmenjelaskantujuan-tujuannya
secaraumumdanyangmerupakan temaragamdalamsurattersebutantarasatudenganlainnyadan
juga dengantematersebut,sehinggasatu surattersebutdenganberbagai masalahnyamerupakansatu kesatuanyang tidak terpisahkan.Kedua, penafsiranyangbermuladarimenghimpunayat-ayatal-Qur’anyangdibahas satumasalahtertentudariberbagaiayatatausuratal-Qur’andansedapat
mungkindiurut sesuaidenganurutanturunnya,kemudianmenjelaskan pengertianmenyeluruhayat-ayattersebut,gunamenarikpetunjukal-Qur’an secarautuhtentangmasalahyangdibahasitu[10].
Cirimetodeiniialahmenonjolkantema.Judulatautopikpembahasan, sehinggatidaksalahjikadikatakanbahwametodeinijugadisebutmetode topikal.Jadi,mufassirmencaritema-temaatautopik-topikyangadaditengah masyarakatatauberasaldarial-Qur’anitusendiri,ataudarilain-lain.Kemudian tema-temayangsudahdipilihitudikajisecaratuntasdanmenyeluruhdari berbagaiaspeknya
sesuaidengankapasitas ataupetunjukyangtermuat didalamayat-ayatyangditafsirkantersebut.Jadipenafsiranyangdiberikan tidakbolehjauhdaripemahaman
ayat-ayatal-Qur’anagartidakterkesan penafsirantersebutberangkatdari
pemikiranatauterkaanberkala[al-ra’yal- mahdh].Olehkarenaitudalampemakainnya,metodeinitetapmenggunakan kaidah-kaidahyangberlakusecaraumumdidalamilmutafsir.[11]Kelebihan dankekuranganmetodemaudhu’iiniadalah:
1.
Kelebihan
a.
Menjawabtantanganzaman: Permasalahandalamkehidupanselalutumbuhdan
berkembangsesuai denganperkembangankehidupanitu
sendiri.Makametodemaudhu’i sebagai
upayametode penafsiran untukmenjawab
tantangan tersebut. Untukkajiantematik inidiupayakan untukmenyelesaikan permasalahan yangdihadapimasyarakat.
b.
Praktisdansistematis:Tafsirdenganmetode tematikdisusunsecarapraktisdansistematisdalamusahamemecahkan permasalahanyangtimbul.
c.
Dinamis:Metodetematikmembuattafsiral- Qur’anselalu dinamissesuaidengantuntutanzamansehinggamenimbulkan imagedi
dalampikiranpembacadanpendengarnyabahwaal-Qur’an senantiasamengayomidanmembimbingkehidupandimukabumiinipada semualapisandanstaratasosial.
d.
Membuatpemahamanmenjadiutuh: Denganditetapkannyajudul-judulyang
akan dibahas,makapemahaman ayat-ayat al-Qur’an
dapat
diserap secara utuh.Pemahaman semacam inisulitditemukandalammetodetafsiryangdikemukakan
dimuka.Maka metodetematikinidapatdiandalkanuntukpemecahansuatupermasalahan secaralebihbaikdantuntas.
2.
Kelemahan
a.
Memenggal
ayatal-Qur’an:
Yangdimaksudmemenggalayatal-Qur’anialahsuatukasusyangterdapat di
dalamsuatuayatataulebihmengandungbanyakpermasalahanyang berbeda.Misalnya,petunjuktentangshalatdan zakat.Biasanyakedua ibadahitudiungkapkanbersamadalamsatuayat.Apabilainginmembahas kajiantentangzakatmisalnya,makamautidakmauayattentangshalatharus ditinggalkan
ketikamenukilkannya darimushaf agartidakmengganggu
padawaktumelakukananalisis.
b.
Membatasipemahamanayat:Dengan diterapkannyajudulpenafsiran,makapemahamansuatuayat
menjadi terbataspada permasalahanyang
dibahastersebut.Akibatnyamufassir terikatolehjudulitu.Padahal
tidakmustahil satuayatitudapatditinjau dari
berbagaiaspek,karenadinyatakanDarrazbahwa,ayatal-Qur’anitu bagaikanpermatayangsetiapsudutnyamemantulkancahaya.Jadi,dengan diterapkannyajudulpembahasan,berartiyangakandikajihanyasatusudut daripermatatersebut[12]
[1]FuadHassandanKoentjaraningrat, BeberapaAsasMetodologiIlmiah,dalam
Koentjaraningrat[ed],Metode-metodePenelitian
Masyarakat. (Jakarta: Gramadeia, 1977), hlm.
[3]Abual-Fida
al-Hafizh ibn al-Katsir. 1992. Tafsir
al-Qur’an al-Azhim [disebut Tafsir ibn al-Katsir]. Beirut: Dar
al-Fikr. I-553, dalam Nashruddin Baidan. Ibid. hlm. 55.
[4]al-Qurthubi,
al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [Tafsir al-Qurthubi]. Juz. I. lt.th., hlm. 280., dalam Nashruddin
Baidan. Ibid. hlm.
60.
[5] Rosihon Anwar, Pengantar
… op. cit, hlm.155
[7] Ibid, hlm. 65.
[8]Ibid, hlm. 143-144.
No comments:
Post a Comment